Minggu, 18 November 2012

Nek Ikem (Tugas Membuat Cerpen)



۩۞۩ سْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم ۩۞۩

"Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang."



Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh..


S
inar mentari sore yang berwarna oranye nyebar dimana-mana. Sore hari setelah aku pulang sekolah, aku langsung menuju tempat parkir sepeda di sekolahku. Saat itu aku masih bersekolah di bangku SMP, tepatnya di SMPN3 Surabaya. Sore itu aku sangat lelah, oleh karena itu aku ingin segera pulang ke rumah. Aku mengayuh sepedaku penuh semangat agar cepat sampai ke rumah. Di tengah jalan aku bertemu Bilqis, teman satu sekolah tetapi berbeda kelas denganku. Ia juga naik sepeda. Aku mensejajarkan sepedaku dengan sepeda Bilqis agar bias mengobrol.
            Sambil mengayuh, aku lalu asyik mengobrol dengan Bilqis. Ketika tiba di perempatan lampu lalu lintas, aku berpisah dengan Bilqis karena jalan menuju ke rumah kami yang berlainan arah. Setelah lampu lalu lintas menjadi hijau, aku mengayuh sepedaku kembali. Namun, tiba-tiba,
            “grobyaaaakkkkkk…. “
            Bruuuukkk!
            Aku terjatuh karena hantaman sepeda motor yang nekat melaju walaupun lampu lalu lintas sudah menjadi merah. Ya akhirnya orang lainlah yang menderita juga…. Termasuk aku… Aku terjatuh dan sepedaku menimpa tubuhku. Ternyata, orang yang telah menabrakku sudah melarikan diri. Karena kerasnya hantaman dari sepeda motor yang sudah melarikan diri tersebut, sepedaku menabrak batu besar di trotoar. Lalu sepedaku oleng dan terjatuh. Untungnya orang-orang yang ada di sekitar tempat kejadian kecelakaan yang terjadi padaku telah menolongku. Kakiku terasa gemetaran dan aku merasa deg-degan.
            “Dek, kamu tidak apa-apa?”
            “Aduh… Sepertinya kakiku lecet, rasanya sakit sekali”
            “Minum air putih dulu ya, Dek. Mau ditelponkan orang tuamu?”
            “Terima kasih banyak, Pak. Ini nomor telepon orang tua saya”
            Ketika ayahku sampai di tempat aku mengalami kecelakaan, ayahku langsung mengantarkanku pulang. Setelah sampai di rumah, mama sangat cemas melihat lututku yang berdarah. Mama menasihati agar lain kali aku lebih berhati-hati.
            Malamnya, aku selesai makan malam, Mama memanggil Nek Ikem. Ia tukang pjat langganan mama. Rumah Nek Ikem tepat di depan rumahku. Rumah mungil berdinding papan. Di rumah itulah Nek Ikem tinggal bersama seorang anaknya yang telah janda, dan tiga   cucunya yang masih kecil.
            Mama menyuruhku berbaring di tempat tidurku yang sudah dialas kain. Aku melihat Nek Ikem memasukkan jemarinya ke dalam mangkuk berisi minyak. Nek Ikem lalu memijat kakiku perlahan. Ketika jemarinya memijat kea rah lututku, aku berteriak kecil. Bagian lututku yang ditekan itu terasa sakit.
            “Wah, kaki Eneng sepertinya terkilir. Makanya lain kali kalau naik sepeda hati-hati, ya” Nek Ikem menasehatiku. Lalu memijatku hingga selesai.
            Beberapa hari kemudian, lukaku sembuh. Kakiku juga tidak sakit lagi. Aku bias bersepeda lagi, tetapi hanya sehari karena aku telah trauma setelah kecelakaan itu. Namun, kli ini kak Kiky, kakakku, yang mengalami kecelakaan. Karena jalanan licin, ia tak bias mengendalikan sepeda motornya saat akan berbelok. Kak Kiky jatuh dan sepeda motor itu menimpa tubuhnya.
            Kak Kiky tiba di depan rumah dengan wajah meringis kesakitan. Mama menyuruhku memanggil Nek Ikem. Ini kesekian kalinya aku masuk ke rumah Nek Ikem. Rumahnya sebesar ruang tengah rumahku. Di ruang tamu, tampak sebuah lemari tua yang di atasnya ada sebuah radio butut. Aku tersentuh melihat keadaan rumah Nek Ikem. Walau begitu, Nek Ikem dan keluarganya tetap hidup tentram di dalamnya.
            Nek Ikem ternyata sedang berbaring sakit. Ia juga tidak bias berjalan.
            “Maklum, Nenek sudah tua. Jadi sakit-sakitan. Tapi kalau Neng Kiky bias ke sini, Nenek masih sanggup memijitinya” ujarnya parau.
            aku segera berlari ke rumah dan menyampaikan pesan Nek Ikem. Sebenarnya, mama kasihan pada Nek Ikem. Namun, mama juga cemas akan keadaan Kak Kiky. Dengan berat hati mama menyuruhku menuntun Kak Kiky ke rumah Nek Ikem. Ternyata kaki kakakku terbentur parah. Untung cepat-cepat dipijat. Setelah selesai, kakakku memberikan uang kepada Nek Ikem.
            “Ini untuk Nek Ikem berobat, ya!”
            “Makasih ya, Neng. Besok ke sini pijat lagi, ya. Setelah pijat 4 kali pasti sembuh” kata Nek Ikem
            Beberapa minggu berlalu. Kak Kiky sudah sembuh. Namun, beberapa hari ini rumah Nek Ikem tertutup rapat. Aku penasaran dan bertanya kepada mama. Kata mama, Nek Ikem sakit parah dan sekarang tinggal di rumah anaknya di desa.
            Sejak mendengar berita sakitnya Nek Ikem, aku tidak pernah melihat Nek Ikem lagi. Beberapa kali aku melihat mama dipijat oleh tukang pijat lain. Aku termenung di kamarku dan bertanya-tanya dalam hati. Bagaimana kabar Nek Ikem sekarang? Rumahnya masih tertutup rapat. Itu berarti Nek Ikem belum kembali. Aku ingin menjenguknya, namun aku tak tahu dimana desa Nek Ikem. Aku jadi makin sedih.
            Sampai suatu siang, setelah Adzan Dhuhur, terdengar bunyi dari pengeras suara, penjaga masjid mengabarkan berita duka. Ada seorang warga yang meninggal dan dimakamkan nanti sore. Aku sangat terkejut mendengar nama warga yang meninggal dunia itu. Nek Ikem
            Aku berlari mencari mama dan melihat wajah duka mama. “Nek Ikem meninggal saying,” ujar mama sedih “Innalillahi wa innalillahirajiun.”
            “Innalillahi wa innalillahirajiun”
Ucapku dan kak Kiky. Air matapun menetes di pipiku.
            Nek Ikem. Dia bukan dokter ataupun suster. Bukan juga guru atau pahlawan. Namun Nek Ikem sangat berjasa bagiku dan keluargaku.


Karya: Annisa Miftakhul Janna
X-6 / 07
SMAN 4 Surabaya

Kamis, 01 November 2012

Mid Semester Activity in WBL and Maharani Zoo



۩۞۩ سْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم ۩۞۩

"In the name of Allah most merciful and most benefict."



Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh..


Last Monday, Oct 29 2012. Me and all of students class 10 went to the WBL for mid semester activity. We went there by bus at 06.00 a.m and we arrived there at 09.00 a.m.
            I tought my mid semester activity gets enough to tire. I’d rather stay and sleep in my house than go to WBL. In the bus I imagined a secluded beach, or perhaps a lagoon where a young girl like myself could go for a swim, enjoy a nature walk, and maybe even fashion a crude tree fort of some kind. This preconceived vision couldn’t have been further from the truth. WBL turned out to be a strange ocean-side amusement park, where the rides and attractions ranged from peculiar and queer to menacing and concering. Then I was told it would be my kind of scene.
            After arrived, I took note of the entrance, a giant crab that beckoned visitors into its mandibles while simultaneously puking others out in one uninterrupted flow. Then I tought again, I was wrong. I’m very enjoyed my mid semester activity. I was enjoyed the fresh air, even if the weather is hot. Then, me, my group, and other groups in my class went to the place called “Maharani Zoo”. There we can see many kind of animal and cave called “Maharani Cave”. When we entered cave we saw many kind of stalagtit and stalagmite. We can see replica or statue life very old people too.
            After we entered the Maharani Zoo and Cave we went to WBL. Before that, we were changed our uniform. And then we were ate together beside the bus. Then we went to WBL. Once inside, the first place we stumbled into was a cat museum. But there were no rare or exotic felines in this establishment, just ordinary house cats behind glass windows. The odd thing wasn’t that cats were on display, but that each one’s room had it’s own unique theme. One looked like a boutique apartement you might find in Paris or London. Another room appeared to be a miniature night club, where a Calico Kitten was draped imperially over several bottles of Bacardi Silver and Chivas Regal. Stangely pleased, I was now onfident that this sort of thing could be found nowhere else in the world.
            Next was the hospital of Horros. The only thing horrifying about it was the fact that a fully grown Indonesian man was so afraid of the ketchup-spattered, string-operated mannequins that he kept grabbing my hand for a sense of security. This was awkward, especially because I can’t speak carefully because I’m so scary were not adequate enough to inform him that I could offer no protection from our automated attackers.
            Next was a horrible game. It called “Speed Flipped” I tried to play this game but the game was very crazy. I screamed loudly. My stomach was sick after played this game. Next is Permainan Air. It’s not frightened, but it’s so annoying. There’s so many proximity sensor which can detect body heat and spray water to us! And then I went to….huuuaaaaa you know it’s very-very frightening vehicle! It called “ranger” ranger like “Kora-Kora” at Dunia Fantasy. But the tit angle more craggy! It can rotate 360 degrees. My head below, and otherwise! I screamed loudly, my face like a ridiculous girl. It makes me not only want to vomite but also die.
            After that we took some pictures of beautiful scenery in Tanjung Kodok. Here, beach! The summer breeze blow smoothly. I say “subhanallah” because I fascinated with the scenery. Then we visited Insect Park. Insect Park, we saw many kinds of ancient insects. After that we felt tired and thirsty. We bought some drinks and foods. And then, we enjoyed the next game. The game was “Paus Dangdut”. I liked this game because this game was very exciting. We could see beautiful scenery of Tanjung Kodok. It was very beautiful.
            My journey gets enough to tire. Day finished evening, me and my group entered bus. We would back to school again. Very tired but perfectly exciting and amazing. And I was very happy and enjoyed of journey. I’m so tired so I slept in the bus during the time when we would go to school again.