Sabtu, 25 Mei 2013

Selamat Datang Usia Baru



۩۞۩ سْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم ۩۞۩

"Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang."



Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh..


Annisa Miftakhul Janna

Setapak lagi berlalu
Beranjak dari tangisan menderu
Barisan angka bertambah satu
Karunia terpenting Sang Pencipta
Alam berpesta pora
Pohon berjoget salsa
Burung bernyanyi seriosa
Matahari bermain cahaya
     Di seberang karib berbisik
     Kata mutiara untuk jiwa
     Bersahutan tanpa berisik
     Uluran tangan menuju cita
     Bahasa tak cukup makna
     Doa tak ternilai harga
     Ungkap setitik tabir bahagia
Selamat datang usia baru
Semoga titian akan terus maju

Rabu, 15 Mei 2013

Sahabat Penuh Misteri (Tugas Membuat Cerpen)



۩۞۩ سْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم ۩۞۩

"Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang."



Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh..


Sahabat Penuh Misteri


Angin kencang berhembus meliuk-liuk menerbangkan dedaunan dan ranting membuat pohon-pohon menari-nari ke sana kemari. Daun jendela terbentur berulang-ulang. Menyisakan suara yang kian berisik. Hari yang cerah untuk jiwa yang sepi. Anton membiarkan lagu Peterpan mengalun pada langit di kala senja yang seakan mewarnai kota. Hari ini memang nikmat dengan segelas kopi hangat. Di beranda tua itu ia biarkan burung-burung bernyanyi, daun-daun menari. Anton samar-samar melihat temannya, Dhika tengah menyapa dari kejauhan. Lambaian tangan Dhika terasa begitu dekat sehingga Anton pun bergegas menghampiri Dhika yang sudah menantinya di pintu gerbang rumahnya.
“Tumben kamu datang ke sini?” ucap Anton pada sahabatnya. Anton menyapa Dhika dengan gaya bicara yang khas. “Kemana aja sih kamu kok jarang main ke tempatku? Segitu sibuk kah kamu, Dhik? Sampai melupakan teman?” Anton melanjutkan. “Aduh bisa saja, Ton. Ya maklum sajalah punya temen super sibuk seperti aku, hehehe. Tugas skripsi yang belum selesai, Ton.” Balas Dhika. “Yasudah, Dhik. Ayo ke dalem dulu. Udah mau maghrib, ntar kesambet setan loh!” Canda Anton. “Ya biarin, Ton. Kan aku setannya” Tandas Dhika. Anton bergidik. “Ah bisa aja kamu, Dhik! Masa ada setan setampan kamu? Narsis ya kamu! Haha” imbuh Anton.
Kedua sahabat yang sudah lama jarang bertegur sapa itu akhirnya masuk ke dalam rumah. “Duduk dulu ya. Aku mau mengambil air buat kamu!” Ucap Anton. “Thanks, Bro! Gak usah repot-repot, kalo perlu sekalian aja keluarkan semua isi kulkas! Hihihi” Dhika mencoba bergurau. Anton meninggalkan Dhika dengan manyun.
Saat Anton sibuk mengambil botol air di dalam kulkas terdengar seperti suara jelas dalam kamar mandi. Seperti suara orang yang sedang menuangkan air ke dalam ember. Anton mencoba menutup pintu kulkas dan mulai melangkahkan kakinya menuju kamar mandi. “Setauku mama dan papa sedang kondangan jauh dan gak mungkin jam segini sudah datang” Gumam Anton sambil berfikir siapa kira-kira orang yang berada dalam kamar mandi. Sambil mendekat Anton dipenuhi seribu rasa ingin tahu siapa sebenarnya yang berada di dalam sana. Mendadak Dhika menyapanya dari belakang. “Ada apa sih, Ton?” Celetuk Dhika. Anton kaget bukan kepalang. “Ah kamu, Dhik! Bikin aku jantungan aja!” Imbuh Anton. “Ngapain ke kamar mandi aja pake mengendap-endap gitu. Udah kayak maling aja!” Tandas Dhika. “Nggak tau nih kayaknya ada orang di dalam kamar mandi” Terang Anton. “Ah bisa aja kamu, Ton! Aku aja daritadi tidak mendengar apa-apa kok” Balas Dhika. Anton perlahan mendekatkan dirinya pada pintu kamar mandi lalu membuka pintu kamar mandi, ia menebarkan pandangannya. Tiada orang di kamar mandi. “Tuh kan bener! Tidak ada siapa-siapa!” Kata Dhika sambil mengajak Anton ke ruang tamu. Anton berjalan ke ruang tamu. “Dhik ini air minummu” Anton merasa heran. Ia tidak melihat Anton di belakangnya. Anton membalikkan badannya dan... “Dor! Hehehe kaget ya, Ton!” Dhika mencoba mengejutkan Anton. “Duh kamu ngagetin aja sih! Ilang kaya setan aja!” “Ihhh ada kok di ruang tamu hehe”
Akhirnya kedua sahabat karib itu tenang bersama dengan ketenangan siaran dari televisi. Karena merasa terlarut dalam siaran televisi, keduanya lalu bercerita tentang kehidupan masing-masing. Tanpa terasa waktu terus berlalu. Malam semakin larut. Dari kejauhan terdengar suara anjing melolong. Kedua sahabat itupun masih saling bercerita. Sesekali mereka bermain play station sampai puas dan menonton film action dengan menggunakan dvd player. Meja ruang tamu berantakan. Gelas, minuman, dan makanan ringan ada dimana-mana tetapi mereka tidak menghiraukan. Suara televisi terdengar jelas saat sedang ditayangkan konser dangdut dari saluran televisi swasta. Malam itu Anton sudah mengantuk sekali
“Dhik kamu nginep di rumahku saja ya! Kebetulan mama dan papaku pukangnya besok siang” Ujar Anton sambil memegang bahu Dhika. “Sekalian menemani kamu ya? Enak banget aku dijadikan satpam!” Canda Dhika sambil berjalan menuju kamar mandi. Saat langkah Dhika sudah tidak terdengar lagi, Anton segera meraih remote control televisi dan memutar gelombang channel lain. Matanya memelototi tayangan seputar breaking news di televisi.
“Selamat malam, Pemirsa! Berita kecelakaan hari ini, telah terjadi kecelakaan lalu lintas antara pengendara sepeda motor dan truck bermuatan pasir. Pengendara sepeda motor masuh ke dalam truck dan terlindas. Lalu tewas seketika. Setelah diidentivikasi, bahwa pengendara itu bernama .....” *tut* suara televisi yang dimatikan oleh Dhika. “Yaaaah kok dimatikan sih, Dhik! Aku penasaran siapa korbannya!” Tegur Anton dengan sedikit kecewa. “Aku paling takut jika mendengar berita tentang kecelakaan. Mendingan kita lihat berita yang lain saja. Beneran nih, aku phobia.” Ucap Dhika bersalah.
Udara di luar malam itu sangat terasa menusuk tulang. Meninggalkan tubuh yang bergetar di malam yang tak berbintang. Lolongan anjing dari kejauhan terus menyalak dan suara burung hantu semakin membahana. Kedua sahabat karib itupun bergegas untuk melanjutkan mimpi indah mereka. “Dhik tau nggak ini malam apa?” “Gak tahu, aku gapernah lihat tanggalan” Ucap Dhika. “Ini hari Kamis. Alias malam Jum’at” Tandas Anton. “Kamu jangan nakut-nakutin aku deh, Ton! Udah mendingan tebar selimut deh. Aku sudah tidak tahan.” Ucap Dhika sambil menggigil. Kedua sahabat itu telah berjalan menuju mimpi indah mereka tetapi masih saja ada percakapan diantara keduanya.
“Ton, kalau suatu saat aku mati, apa kamu mau nemenin aku?” Tanya Dhika perlahan. “Kamu ngomong apasih, Dhik! Udah kaya orang mati saja!” Ujar Anton sambil mengusap rambut sahabatnya. “Ya tanya aja. Mau tidak?” “Dih. Seneng dong aku kalau kamu mati! Hehehe” Gurau Anton. Dhika menutup selimutnya. Sepertinya ia telah terlelap. Beberapa saat suasana terdiam. Anton yang saat itu mulai menutup mata dan ingin berjalan di bawah alam bawah sadarnya. Sayup-sayup terdengar suara televisi yang masih menampakkan tanda kehidupan dengan mengeluarkan suara. Anton bergegas ke ruang tamu. “Perasaan tvnya tadi sudah ku matikan. Kenapa bisa nyala lagi?” Tanyanya penasaran. Ketika sampai di ruang tamu Anton segera mencari remote control dan berusaha mematikan televisi. “Kok dimatikan, Ton? Aku masih ingin melihat televisi nih!” Tiba-tiba Dhika sudah ada di ruang tamu sambil memegang kaleng berisi kue.
Anton tergidik kaget. “Kamu kok bisa ada disini? Tadi kan kamu tidur di kamar!” Anton penuh penasaran. “Hehe maaf Ton. Sebenarnya aku tadi belum tidur. Waktu kamu ke ruang tamu, aku ngikutin kamu! Emang gak berasa ya?” Timpal Dhika. “Duh bikin jantungan aja sih kamu!” Hentak Anton.
Saat mereka berbincang Anton kembali terpaku dengan berita kecelakaan. “Ini kan berita yang tadi belum rampung aku dengarkan!” Ucap Anton sambil memegang erat remote tv. Dari dalam tv terdenga berita “Selamat malam, Pemirsa! Berita kecelakaan hari ini, telah terjadi kecelakaan lalu lintas antara pengendara sepeda motor dengan truck bermuatan pasir. Pengendara sepeda motor masuk ke bawah truck dan terlindas lalu tewas seketika. Setelah diidentifikasi, pengendara itu bernama Andhika yang beralamat di jalan Petemon 2 Surabaya.” Suara tv membahana. “Kok namanya Andhika, pas banget dengan kamu, Dhik?” Tanya Anton. “Loh Dhik? Kamu dimana?” Anton menolehkan kepalanya namun Dhika sudah tak berada di sampingnya lagi.
Dengan langkah seribu Anton pergi ke kamar dan mendapatkan Dhika tertidur pulas. “Enak banget ya ninggal aku di ruang tamu!” Dhika tak bergeming sedikitpun. Anton mencoba membangunkan Dhika tetapi Dhika tetap saja terdiam. Saat Anton hendak membuka selimut Dhika, tiba-tiba “Ton aku mulai kedinginan nih” Ucap Dhika lirih yang terdengar dari mulut Dhika. “Dingin apaan! Acnya sudah aku matikan!” Balas Anton. “Dingin banget tau! Kepalaku berdarah, Ton. Sakit. Sakit banget...” Lirihan Dhika sambil menangis. “Kamu... kamu kenapa, Dhik?” Tanya Anton. “Kepalaku berdarah on, sakit banget. Rasanya mau pecah.” Imbuh Dhika sambil terus menutupi kepalanya dengan selimut. “Tadi perasaan kamu tidak kenapa kenapa?” Anton keheranan.
Saat Anton membuka selimut yang menutupi wajah Dhika, tiba-tiba listrik padam dan ruangan menjadi gelap gulita. Tak tampak seberkas cahayapun yang masuk ke kamar Anton. “Bentar ya, Dhik. Aku mau ke dapur megambil korek dan lilin.” Setelah mendapatkan lilin yang diterangi oleh seberkas cahaya yang menyembul dari korek, Anton mendapatkan Dhika tengah berbaring sambil memegangi kepalanya. “Kenapa sih kapalamu? Kenapa berdarah? Darahnya banyak banget!” Anton mulai panik. Anton mulai mendekatkan cahaya lilin ke kepala Dhika. Tampak jelas kepalanya yang penuh darah merah mengental, bola mata yang hampir copot ke luar tengkoraknya, bagian otaknyapun mulai terlihat dengan bintik putih cairan otak yang berdarah. Seketika Anton merinding dan terjatuh di tempat ia memapang kepala Dhika. Tubuhnya lemas tak berdaya.
Keesokan harinya Anton mendapatkan dirinya berada di rumah sakit dengan kepalanya yang terikat perban putih. Di sampingnya pun terlihat wajah ayah dan ibunya yang sangat cemas. Anton masih terdiam dengan kondisi lemah. Seketika Anton melihat berita kecelakaan pada sebuah koran. Ayahnya seakan dapat membaca pikiran anaknya, ia berkata “Ini berita kecelakaan, Ton. Si Dhika temen kamu itu, dia meninggal akibat kecelakaan kemarin sore. Tubuhnya terlindas mobil truck pasir. Jenazahnya akan dikebumikan di TPU Pondok Kelapa siang ini. Padahal dia anak yang baik, ya namanya juga takdir.”
Anton terdiam membisu dan mencoba mengingat peristiwa semalam ketika Dhika bersamanya. Detik jam berdetak seiring nadinya. Ada ratusan bahkan ribuan pertanyaan, rasa penasaran, serta rasa merinding menyelimuti fikiran Anton. Perasaannya berkecambuk. Angin perlahan menembus fikirannya, menyisakan sedikit hawa sejuk di kepalanya. Anton mulai menitikkan air matanya.









Surabaya, 14 Mei 2013
Penulis




Annisa Miftakhul Janna
X-6 / 07

Selasa, 14 Mei 2013

Hujan Dalam Satu Harapan (Tugas Membuat Cerpen)


۩۞۩ سْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم ۩۞۩

"Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang."



Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh..


Rintikan hujan masih membasahi bumi pertiwi. Bau tanah makin menusuk indra penciuman manusia. Sambil merebah asa diiringi temaran langit kelam di ujung angkasa. Seorang diri berjalan menepaki arah jalan sepi nan basah di batas bumi pertiwi yang asri lagi indah, seindah hati yang ingin ia temui. Hanya saja gerimis kecil itu menghambat lembaran lencana yang ia rangkai dalam memori ingatannya yang sebatas jua. Padahal, sebentar lagi dunia akan didatangi malam tak berbintang, hanya karena kuasa cuaca yang tidak mendukung. Hati seorang diri itu kian diselimuti atmosfer kecemasan yang begitu tebal dan hampir-hampir ia ditikam oleh asa dalam harap saat rasa tersebut ia bendung.
“Mudah-mudahan bisa berjalan sesuai rencana..” Batinnya.
Seorang itu adalah Rio Fauzan, sesosok manusia polos yang seakan terlihat seperti anak kecil karena baby face yang ia miliki. Begitu polos tak ayalnya seperti aktor cilik pada film Home Alone yang biasanya diputar pada saat menjelang tahun baru. Sambil melantunkan lagu sya’ir anak band yang sedang naik daun di kalangan pelajar, ia masih berjalan menembus rintikan anak hujan di petang tak berirama.
“Harus ku akui....
Sulit cari penggantimu....
Yang menyayangku”

Sepanjang jalan, Rio masih melantunkan sya’ir lagu itu, berharap apakah yang ia ucapkan akan segera terjadi. Entahlah. Memang, sudah lama Rio memendam rasa itu tepatnya pada saat ia pertama kali bertemu dengan gadis belia bak bidadari di Surabaya. Selayaknya orang psikolog ulung yang langsung bisa menebak karakter seseorang dengan tatapan matanya, Rio langsung bisa menebak isi hati yang ia temui, dan itu telah terbukti.  Sosok gadis belia itu adalah Julia Angelia, gadis berkelahiran kota bersemboyankan “Bersinar” itu benar-benar membuat hati Rio terjatuh untuk kesekian kalinya. Rio mengakui bahwa ia sedang merasakan Dejavu kala melihat sosok Julia. Rio teringat akan seseorang yang telah menghiasi jiwanya beberapa tahun silam. Baginya, Julia adalah sosok wanita hasil metamorfosis dari Yunita Aldera, cinta pertamanya.
Semenjak pertemuan pertamanya dengan Julia, Rio dapat merasakan getaran cinta yang pernah ia rasakan dahulu ketika jiwanya berjumpa dengan Yunita Aldera. Pertemuan itu terjadi kala senja datang melukis langit di kota tercinta. Seusai sholat maghrib, Rio bersegera mengambil novel yang baru saja ia beli, Tembang Ilalang. Isi dari novel tersebut adalah perjuangan mendapatkan cinta dan kemerdekaan dalam bumi konflik, Indonesia pada masa-masa pre-freedom tahun 1930-an. Dan Rio selalu membayangkan sosok Asroel (dalam novel itu) yang memperjuangkan jiwa dan raganya demi mendapatkan kemerdekaan dan cinta dari seorang Roekmini. Dan Rio sendiri ingin sekali menggoreskan sejarah cintanya walau berada di bumi konflik.
“Kayaknya seru juga bukunya!” Ucap seorang gadis belia yang tiba-tiba menghampiri Rio. Rio belum berani bertatapan langsung dengan pemilik suara itu. Suaranya begitu merdu, seketika mengiang-ngiang dalam ingatannya. Diangkatkan wajahnya, kemudian mata mereka saling bertemu. Terdiam sesaat, petaang terus membayang meninggalkan berkas-berkas cahaya pada sepasang hati tersebut.
“Oh ya! Tembang Ilalang judulnya.” Rio jadi salah tingkah. Tidak seperti biasanya Rio menjadi seperti orang yag terkena stroke ketika berhadapann langsung dengan lain jenis. Tapi sosok perempuan ini sangat berbeda dengan yang lain. Gadis belia itu duduk dan menghampirinya dan berkata, “Kak, boleh kenalan gak?” Gadis itu mengulurkan tangannya kepada Rio tanda untuk berjabat tangan. Naluri lelaki Rio sangat memuncak, ia merasakan sangat nervous kala gadis itu mengajaknya berkenalan. Ditambah lagi, ingin berjabat tangan dengannya. Rio jadi salah tingkah untuk kesekian kalinya, benar-benar tak seperti biasanya. Hanya saja yang membedakan adalah sosok gadis bak bidadari yang datang menghampirinya dan begitu maniss bila dipandang. Rio sedari tadi merasa nervous mulai melawan rasa itu.
“Jangan panggil aku kak, panggil saja aku Rio. Itu sudah cukup.”
“Oh mas Rio ya?”
“Mas? Emang saya ini masmu apa?”
“Iya, masa kakak tidak boleh, mas tidak boleh. Lha terus gimana?”
“Iya tidak apa-apa deh. Adik namanya siapa?”
“Adek?”
“Iya, adik. Adikku.”
“Heh... panggil saja Julia, Julia Angelina”
“Nama yang cantik, secantik yang punya”
Seketika, pertemuan pertama itu menimbulkan berbagai rasa dalam kalbu, beribu asa langsung tertanam dalam sanubari. Rio yang biasanya tertutup, tiba-tiba saja menjadi pribadi yang periang semenjak kejadian itu. Mulai dari saat itulah Rio bisa merasakan guncangan rasa yang hampir saja merobohkan dinding hatinya. Fall in love...
Hujan masih mengguyur bumi pertiwi. Makin lama hujan tak lagi berkutik, tak turun dan mulai reda. Rio memandang ke depan ke arah masjid, tempat pertama kali ia bertemu dengan bidadari di hatinya. Dan di tempat itu pula ia akan mengungkapkan isi hati yang selama ini ia pendam. Tepatnya hari ini adalah hari yang spesial baginya. Yaitu hari ulang tahun Julia tanggal 25 Mei. Bagi Rio, Julia adalah sosok yang begitu ia kagumi. Dari pribadinya yang begitu sederhana, menggemaskan, imut, serta tak mau merepotkan orang lain dalam segala hal dan keadaan. Maka dari sinilah rasa cemas Rio menjulang tinggi bagai Mount Everest. Apakah Julia menerima hadiah darinya? Atau akan disia-siakan begitu saja? Hanya hati Julia lah yang dapat menjawab semua itu. Karena ini merupakan bentuk kerepotan diri baginya. Tapi Rio membawa hadiah berupa kalung hati dan ingin menyerahkan kepada Julia dengan ikhlas tanpa mengharapkan sesuatu apapun darinya. Sungguh ini adalah bentuk pengorbanan cinta sang Rio kepada Julia. Dan rasa cemas itu selalu datang menghalangi di setiap langkah Rio.
Lantunan adzan Maghrib saling sahut-menyahut menyambut petang yang mendung serta malam yang kelam. Kini rasa cemas Rio kian membuncak naik. Sedari tadi ia belum melihat sosok Julia. Ia hanya melihat Maharani, teman sekaligus tetangga dekat Julia. “Rani!” begitu ia memanggilnya. “Julia tidak ikut jama’ah, Ran?” Tanya Rio khawatir. “Paling sebentar lagi datang” Jawab Rani yang sudah bisa menebak perasaan Rio. “Jangan terlalu khawatir, kak. Aku sudah mengingatkan bahwa hari ini adalah hari special day untuknya” lanjut Rani.

“Jadi Rani sudah tau kalau aku akan memberikan surprize pada Julia?”
“Kan Julia bilang kepadaku, tapi dia tidak mau merepotkan kakak, dia mungkin tidak suka akan hal itu”
 “Tapi aku ikhlas”
“Ya kalau begitu, kakak langsung ngomong saja pada orangnya. Tuh orangnya datang” Lanjut Rani.
Deg, jantung Rio berdegup cepat. Rasa cemas, khawatir, dan gugup menjadi satu dalam jiwa sang Rio pada saat itu. Seakan lidahnya terasa kelu. Mulutnya terasa dikunci mati. Tubuhnya seakan tak bergerak lagi. Darahnya mengalir deras tak terkendali. Ini adalah rasa yang pernah ia temui pada awal bertemu, dan sekarang terulang kembali.
Mata Rio melirik takut ke arah Julia. Takut bilamana pandangan mereka saling bertemu. Ia seakan tak ingin membuat Julia kecewa malam ini, karena ia akan meluapkan seluruh isi hatinya. Tapi karena mendung yang mengganggu inilah membuat hati Rio tambah gelisah.
“Ran bolehkah kamu membantuku?”
“Aku siap demi kebaikan kakak dan Julia” Jawab Rani tegas.
“Serius ya, jadi aku harap kamu bisa menemani Julia selama aku berbicara dengannya”
“Maksudnya jadi obat nyamuk gitu?”
“Bisa dikatakan begitu dan yang terpenting adalah kamu harus bisa memahamiku”
“Aku akan berusaha” Jawabnya singkat.
 “Julia, bolehkan aku berbicara sesuatu denganmu?”
“Aku tidak punya banyak waktu dan aku harap bisa secepat mungkin”
“Kenapa, Julia? Ada yang salah denganku?”
“Maaf mas, sebentar lagi sholat maghrib akan dilaksanakan”
“Baiklah kalu begitu, lebih baik habis sholat Isya saja ya, aku tunggu di perempatan jalan.”

“Iya” Jawabnya.
Di perempatan tempat Rio telah melukis janji, ia menunggu Julia. Lama sekali ia tak memandang sedikitpun akan hadirnya Julia. Rintik hujan mulai turun perlahan, perlahan, dan deras. Tubuhnya diguyur air hujan. Sempat ia merasa kecewa karena sosok Julia tidak menepati janjinya. Rio memutar halauan dan mulai melangkahkan kakinya untuk pergi dari ttempat itu. Rio memalingkan wajahnya untuk memandang langit. Malam kelam yang tak berbintang. Tiada secerca harapan baginya. Julia, sosok yang selama ini mendamba dirinya, kini telah membekaskan rasa kecewa pada dirinya. Langkah kakinya terhenti.
“Mas Rio!”
“Julia... akhirnya kamu datang juga”
“Iya mas, maaf ya aku terlambat”
“Tidak apa-apa, Julia. Aku ingin memberikan sesuatu untukmu”
Dikeluarkannya kalung berliontin hati yang telah terbungkus kotak kecil tetapi telah bercampur dengan air hujan.
“Aku mohon, terimalah ini. Kenang-kenangan untukmu. Selama ini aku telah menyimpan suatu rasa padamu, Julia. Aku mohon terimalah hadiah ini dariku”
“Mas Rio, aku sangat menghargaimu... terima kasih untuk semua ini, Mas. Aku terharu”
Rio memeluk Julia. Cahaya temaran lampu perempatan jalan dihiasi oleh curahan hujan tiada henti. Semua terdiam, membiarkan suara rintikan hujan mendesah di atas tanah. Hujan setia menemani sampai detik terakhir episode perjalanan pada jalan panjang impian yang mulai mekar.

Surabaya, 14 Mei 2013
Penulis



Annisa Miftakhul Janna

X-6 / 07

Sabtu, 11 Mei 2013

Sosiologi: Bentuk Interaksi Sosial

Sosiologi
Bentuk Interaksi dalam Pasar Tradisional dan Pasar Modern






:
1.                       Annisa M.J                            (X6/07)
2.                       Maulana Zhulfiqhar            (X6/24)

                                      SMA NEGERI 4 SURABAYA
JL. Mayjend Prof. Dr. Moestopo No. 4
SURABAYA


Kata Pengantar

Alhamdulillahhirabbil alamin, segala puji bagi Allah atas segala rahmat dan hidayahnya tercurahkan kepada kita yang tak terhingga ini, sholawat serta salam atas Nabi besar kita Muhammad SAW dan keluarganya, sahabatnya, beserta pengikutnya sampai akhir jaman amin ya robbal alamin.
Karena anugerah dan bimbingan-NYA kami dapat menyelesaikan makalah ini yang merupakan salah satu tugas dari salah satu mata pelajaran kami yaitu Sosiologi secara tepat waktu. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini banyak sekali terdaapat banyak kekurangan. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Kami menyampaikan banyak terima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kami khususnya dan para pembaca umumnya.


Surabaya, April 2013
Penyusun

 


Daftar Isi

Kata Pengantar ...............................................................  i
Daftar Isi........................................................................... ii
Latar Belakang............................................................... 01
Hasil Pengamatan................................................... 02-03
Kesimpulan.................................................................... 04
Lampiran 1.................................................................. 05-06
Oval: iiRounded Rectangle: Satu Hati Satu Visi Satu Profesi   Sosiologi, Interaksi Sosial  %Lampiran 2.................................................................. 07-08

I.      Latar Belakang


Setiap manusia dalam kehidupan sosial akan membutuhkan dan berhubungan satu dengan yang lainnya. Kemudian dari hal tersebut mereka akan berhubungan melalui kontak maupun komunikasi secara verbal dan non verbal. Komunikasi verbal yang dilakukan oleh manusia seperti para pelaku pasar termasuk penjual dan pembeli.
Pasar adalah tempat bertemunya penjual dan pembeli, barang dan jasa tersedia untuk dijual dan akan terjadi pemindahan hak milik. Pertemuan penjual dan pembeli memungkinkan terjadinya interaksi sosial. Bentuk interaksi tersebut yaitu asosiatif, dimana asosiatif akan membentuk suatu persatuan yang akan menimbulkan hubungan-hubungan sosial yang membentuk jejaring sosial diantara mereka.

Tujuan dari pengamatan saya adalah:
1.     Membandingkan interaksi sosial dari pasar tradisional dengan pasar modern
2.     Membedakan keadaan sosial pasar tradisional dengan pasar modern
3.     Membedakan kondisi fisik antara pasar tradisional dengan pasar modern

 



Hasil Pengamatan

A.    Pasar Tradisional
Pada pasar tradisional, persaingan antar pedagang untuk menarik perhatian pembeli agar datang ke tempat dagangannya merupakan aktivitas keseharian yang terjadi di pasar tradisional. Berbagai cara yang dilakukan pedagang untuk menarik pembeli untuk melihat barang yang dijual meskipun bukan barang yang dicari. Seperti pengamatan saya pada tanggal 27 April 2013. Saya melakukan pengamatan bersama teman sekelompok saya. Kondisi pasar tradisional memang umumnya kotor dan kumuh serta berbau tidak sedap. Saat melewati kios dagangan di salah satu pasar tradisional, ibu itu berkata “Mari nak, mau beli apa? Bilang saja supaya ibu tahu, ya meskipun barang yang kamu cari tidak ada di kios saya”. Keramahan yang ditunjukkan pedagang tersebut, yaitu dengan menyapa dan menanyakan barang apa yang sedang dicari merupakan salah satu bentuk interaksi yang dilakukan pedagang untuk menarik perhatian pembelinya.
Oval: 02Rounded Rectangle: Satu Hati Satu Visi Satu Profesi   Sosiologi, Interaksi Sosial  %Menyapa dan menanyakan barang yang akan dicari pengunjung di pasar merupakan awal untuk membangun interaksi yang lebih mendalam yaitu membangun komunikasi dan memulai transaksi tawar-menawar barang. Setelah terjadi interaksi yang lain, maka pembeli dan penjual mencapai kesepakatan harga tawar yang merupakan Interaksi yang bersifat Asosiatif.

B.    Pasar Modern (Swalayan)
Penelitian ke dua kami adalah pasar swalayan. Pasar swalayan sangat berbeda dengan pasar tradisional. Dapat dilihat dari kondisi pasar, dimana pasar swalayan begitu bersih dan rapi. Disamping itu pembeli juga bebas mengambil barang-barang yang akan dibeli. Saat pengamatan saya tanggal 27 April 2013 lalu, di depan pintu masuk terdapat salah seorang pegawai pasar swalayan yang membukakan pintu dengan berucap “Selamat siang. Selamat belanja di Indomaret“. Hal ini merupakan interaksi pertama pegawai pasar swalayan kepada pembeli. Pasar swalayan ini berbeda dengan pasar tradisional dimana ‘harga’ telah ditentuka oleh pembeli, jadi tidak ada tawar menawar antar penjual dan pembeli. Pembeli hanya mengambil barang yang akan dibeli, lalu menyerahkannya ke kasir untuk pembayaran. Dapat dikatakan di pasar swalayan pembeli dan penjual kurang melakukan interaksi verbal. Setelah saya selesai membeli sekaligus melakukan pengamatan dengan teman saya, saya keluar dari Indomaret dan pegawai yang berada pada pintu masuk sekaligus pintu keluar berkata “Terima kasih sudah berbelanja di Indomaret lain kali datang lagi ya” itulah interaksi terakhir yang dilakukan oleh pedagang.

 



Kesimpulan
        Hasil penelitian/pengamatan ini menunjukkan bahwa:
1.   Terdapat kehidupan sosial para pedagang di pasar
2.   Secara sosial pedagang mengalami proses dalam berkomunikasi untuk menjalin interaksi yang baik dengan pembeli
3.   Kondisi kedua pasar berbeda, yaitu
-        Lingkungan pasar tradisional : kotor, kumuh, bau tak sedap
-        Lingkungan pasar modern          : bersih, nyaman
4.  Proses interaksi pada pasar tradisional dapat dinyatakan lebih baik daripada di pasar swalayan karena pada pasar swalayan penjual dan pembeli tidak banyak melakukan transaksi seperti pada pasar tradisional.

 



Lampiran 1 (Pasar Tradisional)
1a. Data
No
Aspek yang Diamati
Keterangan
1.
Kondisi fisik pasar tradisional
Kotor, berbau tidak sedap, kumuh
2.
Keadaan Sosial pasar tradisional
Ramai, banyak orang tawar-menawar, penjual ramah
3.
Jenis barang dagangan
Umumnya daging(tidak diawetkan), bumbu dapur, buah, dll.
4.
Bentuk interaksi yang dilakukan pedagang dengan pembeli
Baik, adanya basa basi dengan menanyakan keperluan pembeli, tawar menawar untuk mencapai kesepakatan harga, membayar barang yang dibeli


 



1b. Gambar
pasar-tradisional-2.jpgPasar tradisional pal 5 Palembang..jpgimages.jpgFoto711.jpgFoto712.jpg



Lampiran 2 (Pasar Modern)
1a. Data
No.
Aspek yang Diamati
Keterangan
1.
Kondisi fisik pasar modern
Bersih, nyaman, pembeli bebas mengambil barang yang akan dibeli
2.
Keadaan sosial pasar modern
Ramai, transaksi secara modern
3.
Jenis barang dagangan
Umumnya keperluan sehari-hari (dalam kemasan), daging yang diawetkan, mainan, alat tulis, dll
4.
Bentuk interaksi antara pedagang dengan pembeli
Memperkenalkan produk, pembayaran melalui kasir





 


1b. Gambar

Oval: 08Rounded Rectangle: Satu Hati Satu Visi Satu Profesi   Sosiologi, Interaksi Sosial  %indomaret.jpgPicture(113).jpg179180_indomaret_663_382.jpgOval: 08Rounded Rectangle: Satu Hati Satu Visi Satu Profesi   Sosiologi, Interaksi Sosial  %Foto722.jpgFoto720.jpg