۩۞۩ سْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم ۩۞۩
"Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang."
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh..
|
Alhamdulillah... Alhamdulillahilladi arsala rosulahu bilhuda wassholatu wassalamu 'alaa nabiyyilmusthofa wa 'ala alihi wasohbihi waman wafaa,amma ba,du waqolallohu ta'ala fil qur'anil karim bismillahirrohmanirrohim wamaa arsalnaka illa rohmatan lil'alamiin,
Harga kejujuran di negeri ini
mahal sekali. Harganya ratusan bahkan mencapai miliaran rupiah. Untuk berbicara
dan bersikap jujur tidak mudah.
Disamping itu, dunia pendidikan
kita sejak lama dianggap bermasalah. Pendidikan berorientasi pada hasil yang
baik bukan proses yang baik. Nilai religius kejujuran yang diajarkan di
sekolah melalui bidang studi agama hanya sebagai pelengkap kurikulum semata.
Karakter jujur dan arah pendidikan difokuskan hanya mengisi ruang otak
(kognitif) bukan ruang hati (afektif), maka tidak heran belum mampu menggerakan
aksi kejujuran sebagai pilihan dalam hidup.
Andai semua insan takut kepada
Tuhan. Menyadari setiap ucapan dan tindakan dipertanggungjawabkan.
Persoalannya, karakter jujur pada diri seseorang tidak muncul secara instan. Ia
menjadi karakter dengan adanya internalisasi melalui proses pendidikan.
Namun ironisnya, dunia pendidikan
yang menjadi garda depan untuk melakukan internalisasi nilai-nilai kejujuran
juga terjebak dalam praktek ketidakjujuran. Kasus kecurangan dalam pembuatan
karya tulis, penerbitan, dan ujian nasional (UN) di tingkat dasar (SD) sampai
tingkat atas (SMA), adalah petaka besar masa depan kejujuran anak negeri.
Kita semakin miris tatkala mendengar lembaga
yang mengaku perwakilan atau representasi rakyat dianggap rakyat sebagai lembaga
yang paling tidak jujur. Digaji orang-orang yang bekerja di dalamnya. Yang
dipercaya masyarakat, yang sebelumnya dianggap akademisi cemerlang, jujur, dan
punya komitmen dengan pemberantasan korupsi. Fakta dan data dikumpulkan. Perlu banyak
uang yang dikeluarkan hanya demi satu; kejujuran.
Disusul kemudian peradilan,
partai politik, pejabat publik, bisnis, kesehatan, pendidikan, militer, LSM,
lembaga keagamaan, dan seterusnya.
Thomas Lickona, pakar pendidikan
karakter dari Amerika, menyebut sepuluh tanda-tanda sebuah Negara menuju jurang
kehancuran. Tanda-tanda tersebut adalah (1) meningkatnya kekerasan remaja; (2)
penggunaan bahasa dan kata-kata yang buruk; (3) meningkatnya perilaku merusak
diri (narkoba, miras, seks bebas/pornografi); (4) semakin kaburnya pedoman
moral; (5) menurunnya etos kerja; (6) rendahnya rasa tanggung jawab
individu/bagian dari bangsa; (7) rendahnya rasa hormat kepada orang tua/guru;
(8) membudayanya ketidakjujuran; (9) pengaruh kesetiaan kelompok remaja yang
kuat dalam kekerasan; dan (10) meningkatnya rasa curiga dan kebencian sesama
(dikutip dari Dr. Leila Mona, 2013).
Sepuluh tanda Negara menuju
kehancuran di atas, keterpenuhan syaratnya dengan mudah kita temukan di tengah
kehidupan masyarakat kita (Indonesia) saat ini. Ketidakjujuran misalnya, telah
menjadi budaya dan kejujuran menjadi “makhluk” langka. Menurut Mendagri Gamawan
Fauzi (17/8/2013) sebanyak 296 kepala daerah di tanah air saat ini bermasalah
dengan hukum. Termasuk ketidakjujuran dengan tindakan korupsi.
Apa yang menyebabkan seseorang tidak jujur? Sikap tidak jujur adalah muara cinta dunia (hubbud dunya) yang melebihi takaran. Selalu memenuhi keinginan bukan kebutuhan. Mengukur kepemilikan diri dengan orang yang di atas, sehingga tidak pernah puas dengan keadaan. Keadaan inilah yang menjerumuskan manusia dengan pola hidup konsumtif, rakus, tamak, dan menghalalkan segala cara dengan ketidakjujuran.
Apa yang menyebabkan seseorang tidak jujur? Sikap tidak jujur adalah muara cinta dunia (hubbud dunya) yang melebihi takaran. Selalu memenuhi keinginan bukan kebutuhan. Mengukur kepemilikan diri dengan orang yang di atas, sehingga tidak pernah puas dengan keadaan. Keadaan inilah yang menjerumuskan manusia dengan pola hidup konsumtif, rakus, tamak, dan menghalalkan segala cara dengan ketidakjujuran.
Oleh sebab itu, pelaksanaan ibadah puasa sangat penting
maknanya bagi seorang muslim dan bangsa Indonesia. Karena ibadah puasa mampu
membentuk karakter jujur, membunuh sikap rakus, tamak, berlebihan (israf), dan
memunculkan sikap hidup sederhana dan peduli antarsesama. Muncul keinsyafan,
bahwa tidak ada ucapan dan tindakan yang luput dari pengawasan Allah.
Sependek apapun kata, sekecil
apapun langkah, yang zahir maupun batin, kapan dan di mana pun kita berada,
Allah Ta’ala tidak mengantuk dan tidak pernah tidur (Q.S. Al Baqarah : 255). Allah
Maha Mengawasi segala sesuatu (lihat Q.S. Al Ahzab : 52). Dan malaikat akan
senantiasa mencatat setiap ucapan kita (lihat Q.S. Qaf : 17-18). Bahkan Allah
Ta’ala mengingatkan, “Ketahuilah bahwa Allah mengetahui apa yang ada dalam
hatimu.” (Q.S. Al Baqarah : 235).
Tidak ada yang akan diperoleh
dari kejujuran kecuali segala kebaikan yang didamba oleh setiap insan. Termasuk
rahmat Allah berupa surga di akhirat nanti. Nabi shallallahu ‘alaihi
wassalam bersabda, “Sesungguhnya kejujuran itu akan membawa kepada
kebaikan. Sedangkan kebaikan mengantarkan kepada surga.” Sebaliknya, “Dusta
akan membawa kepada kejahatan, dan kejahatan akan mengantarkan kepada neraka.”
(H.R. Bukhari-Muslim)
Ternyata untuk membentuk karakter
jujur harganya tidak perlu mahal. Tidak butuh teori sulit dan perubahan
kurikulum pendidikan dengan biaya sosialisasi milyaran rupiah. Jika kita
memuaskan diri dengan hikmah puasa yang telah kita lalui, mempelajari dan
mengamalkan syariat agama dengan lebih beristiqomah, dan takut kepada Allah
dengan sungguh-sungguh mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wassalam, inshaAllah persoalan ketidakjujuran di negeri ini dapat diatasi
dengan mudah.
Akhirussalam wabillahi taufik wal hidayah wa ridho wal inayah
Akhirussalam wabillahi taufik wal hidayah wa ridho wal inayah
Wassalamualaikum wa Rahmatullohi wa barakatuh..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar