Kamis, 01 Mei 2014

Puasa dan Kejujuran


۩۞۩ سْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم ۩۞۩

"Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang."



Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh..


Alhamdulillah... Alhamdulillahilladi arsala rosulahu bilhuda wassholatu wassalamu 'alaa nabiyyilmusthofa wa 'ala alihi wasohbihi waman wafaa,amma ba,du waqolallohu ta'ala fil qur'anil karim bismillahirrohmanirrohim wamaa arsalnaka illa rohmatan lil'alamiin,
Harga kejujuran di negeri ini mahal sekali. Harganya ratusan bahkan mencapai miliaran rupiah. Untuk berbicara dan bersikap jujur tidak mudah.
Disamping itu, dunia pendidikan kita sejak lama dianggap bermasalah. Pendidikan berorientasi pada hasil yang baik bukan proses yang baik. Nilai religius  kejujuran yang diajarkan di sekolah melalui bidang studi agama hanya sebagai pelengkap kurikulum semata. Karakter jujur dan arah pendidikan difokuskan hanya mengisi ruang otak (kognitif) bukan ruang hati (afektif), maka tidak heran belum mampu menggerakan aksi kejujuran sebagai pilihan dalam hidup.
Andai semua insan takut kepada Tuhan. Menyadari setiap ucapan dan tindakan dipertanggungjawabkan. Persoalannya, karakter jujur pada diri seseorang tidak muncul secara instan. Ia menjadi karakter dengan adanya internalisasi melalui proses pendidikan. 
Namun ironisnya, dunia pendidikan yang menjadi garda depan untuk melakukan internalisasi nilai-nilai kejujuran juga terjebak dalam praktek ketidakjujuran. Kasus kecurangan dalam pembuatan karya tulis, penerbitan, dan ujian nasional (UN) di tingkat dasar (SD) sampai tingkat atas (SMA), adalah petaka besar masa depan kejujuran anak negeri.
 Kita semakin miris tatkala mendengar lembaga yang mengaku perwakilan atau representasi rakyat dianggap rakyat sebagai lembaga yang paling tidak jujur. Digaji orang-orang yang bekerja di dalamnya. Yang dipercaya masyarakat, yang sebelumnya dianggap akademisi cemerlang, jujur, dan punya komitmen dengan pemberantasan korupsi. Fakta dan data dikumpulkan. Perlu banyak uang yang dikeluarkan hanya demi satu; kejujuran. 
Disusul kemudian peradilan, partai politik, pejabat publik, bisnis, kesehatan, pendidikan, militer, LSM, lembaga keagamaan, dan seterusnya.   
Thomas Lickona, pakar pendidikan karakter dari Amerika, menyebut sepuluh tanda-tanda sebuah Negara menuju jurang kehancuran. Tanda-tanda tersebut adalah (1) meningkatnya kekerasan remaja; (2) penggunaan bahasa dan kata-kata yang buruk; (3) meningkatnya perilaku merusak diri (narkoba, miras, seks bebas/pornografi); (4) semakin kaburnya pedoman moral; (5) menurunnya etos kerja; (6) rendahnya rasa tanggung jawab individu/bagian dari bangsa; (7) rendahnya rasa hormat kepada orang tua/guru; (8) membudayanya ketidakjujuran; (9) pengaruh kesetiaan kelompok remaja yang kuat dalam kekerasan; dan (10) meningkatnya rasa curiga dan kebencian sesama (dikutip dari Dr. Leila Mona, 2013).
Sepuluh tanda Negara menuju kehancuran di atas, keterpenuhan syaratnya dengan mudah kita temukan di tengah kehidupan masyarakat kita (Indonesia) saat ini. Ketidakjujuran misalnya, telah menjadi budaya dan kejujuran menjadi “makhluk” langka. Menurut Mendagri Gamawan Fauzi (17/8/2013) sebanyak 296 kepala daerah di tanah air saat ini bermasalah dengan hukum. Termasuk ketidakjujuran dengan tindakan korupsi.
Apa yang menyebabkan seseorang tidak jujur? Sikap tidak jujur adalah muara cinta dunia (hubbud dunya) yang melebihi takaran. Selalu memenuhi keinginan bukan kebutuhan. Mengukur kepemilikan diri dengan orang yang di atas, sehingga tidak pernah puas dengan keadaan. Keadaan inilah yang menjerumuskan manusia dengan pola hidup konsumtif, rakus, tamak, dan menghalalkan segala cara dengan ketidakjujuran.
Oleh sebab itu, pelaksanaan ibadah puasa sangat penting maknanya bagi seorang muslim dan bangsa Indonesia. Karena ibadah puasa mampu membentuk karakter jujur, membunuh sikap rakus, tamak, berlebihan (israf), dan memunculkan sikap hidup sederhana dan peduli antarsesama. Muncul keinsyafan, bahwa tidak ada ucapan dan tindakan yang luput dari pengawasan Allah. 
Sependek apapun kata, sekecil apapun langkah, yang zahir maupun batin, kapan dan di mana pun kita berada, Allah Ta’ala tidak mengantuk dan tidak pernah tidur (Q.S. Al Baqarah : 255). Allah Maha Mengawasi segala sesuatu (lihat Q.S. Al Ahzab : 52). Dan malaikat akan senantiasa mencatat setiap ucapan kita (lihat Q.S. Qaf : 17-18). Bahkan Allah Ta’ala mengingatkan, “Ketahuilah bahwa Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu.” (Q.S. Al Baqarah : 235).
Tidak ada yang akan diperoleh dari kejujuran kecuali segala kebaikan yang didamba oleh setiap insan. Termasuk rahmat Allah berupa surga di akhirat nanti. Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Sesungguhnya kejujuran itu akan membawa kepada kebaikan. Sedangkan kebaikan mengantarkan kepada surga.” Sebaliknya, “Dusta akan membawa kepada kejahatan, dan kejahatan akan mengantarkan kepada neraka.” (H.R. Bukhari-Muslim)
Ternyata untuk membentuk karakter jujur harganya tidak perlu mahal. Tidak butuh teori sulit dan perubahan kurikulum pendidikan dengan biaya sosialisasi milyaran rupiah. Jika kita memuaskan diri dengan hikmah puasa yang telah kita lalui, mempelajari dan mengamalkan syariat agama dengan lebih beristiqomah, dan takut kepada Allah dengan sungguh-sungguh mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam, inshaAllah persoalan ketidakjujuran di negeri ini dapat diatasi dengan mudah.

Akhirussalam wabillahi taufik wal hidayah wa ridho wal inayah
Wassalamualaikum wa Rahmatullohi wa barakatuh..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar