Bismillahirrahmanirrahim.
“Coba lihat dia! Jalan sendirian, nggak
punya teman sepertinya.”
“Sedang galau apa ya? Kok sukanya
menyendiri!”
Hello good people!😊 Saat aku menulis ini, aku berharap
siapapun yang membaca tidak memiliki pemikiran yang sama dengan dua kalimat di
atas ya.
Setiap manusia memiliki suatu ruang untuk berada dalam dunia yang dimilikinya. Dunia, seperti dunia kita. Dunia yang memiliki suatu tanah untuk dipijak, udara untuk dihirup, angkasa untuk digapai. Dunia tersebut merupakan ruang yang dimiliki setiap individu, disaat resah, suntuk, pilu menghampiri. Dunia yang digunakan untuk me-recharge energi yang telah terkuras habis, untuk memilah-milah pikiran yang datang menghampiri bila malam datang, untuk merapikan bongkahan-bongkahan hati yang tercecer atau bahkan menyatu dengan tanah.
Setelah disibukkan oleh berbagai pekerjaan dan tuntutan-tuntutan, selain lebih memahami apa yang kita inginkan, kita dapat mengistirahatkan sejenak hati dan pikiran yang berguna untuk membahagiakan diri sendiri. Me time bagiku, dapat mengisi kembali tenaga yang hilang, sehingga rutinitas dapat menjadi membahagiakan kembali. Sesederhana menyuguhkan makanan favorit ke diri sendiri, atau ke tempat-tempat yang kita suka. Menghilangkan penat bagiku: pergi ke toko buku. Walaupun seringkali tidak membeli (hehe), dapat mengetahui buku-buku baru dari penulis-penulis baru cukup membuat pikiran menjadi tersingkirkan dari rutinitas sejenak (:
Bagiku, untuk menghilangkan semua keresahan-keresahan yang dirasakan oleh tubuh sendiri, tidak mengapa apabila memiliki suatu gagasan untuk terlelap sejenak dari rutinitas dan beranjak menuju dunia yang hanya dimiliki diri sendiri. Bagiku, cukup memiliki quality time untuk diri sendiri. Ternyata perlu juga, lho, apabila memiliki kehidupan yang berisi tentang kamu dan diri sendiri. Hal tersebut adalah me time. Mengapa diri sendiri? Saat kita berkumpul dengan banyak orang, apa yang kamu inginkan mungkin dinilai dari perspektif banyak orang, sehingga pendapat yang akan muncul merupakan pendapat mayoritas, sedangkan untuk suatu hal, kita membutuhkan potensi dari keputusan diri sendiri, tidak perlu menimbang-nimbang apa yang orang lain katakan. Hanya kamu.
Bagiku, bahagia itu bagai makanan favoritku: Mie Ayam! Bahagia itu butuh perjalanan-perjalanan yang merkelok-kelok layaknya mie yang keriting, gepeng atau bulat, mie itu berkelok-kelok. Bahagia itu bagai sentuhan hangat yang hadir dalam kuah hangat yang dituangkan pada mie. Bahagia itu tidak ada yang tahu bentuknya, tersembunyi atau sudah tampak, apakah seperti bentukan tambahan siomay yang diletakkan di bawah mie, apakah seperti pentol yang diletakkan di atas mie, hehe. Aku melihat kebahagiaan dalam mie ayam, oleh karena itu setiap me time, aku menepikan kendaraan pada kedai mie ayam. Sesederhana itu makna bahagia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar